Judul | Berita |
---|---|
Evaluasi Program 2021 dan Rencana Kerja 2022 Guna Hadirkan BK DPR yang ‘Agile’ dan Terintegrasi dalam Sistem Informasi |
[Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul saat memberikan sambutan dalam raker BK DPR RI tersebut, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/2/2022). Foto: Ridwan/nvl]
Badan Keahlian (BK) DPR RI menyelenggarakan Rapat Kerja Evaluasi Program Kerja 2021 dan Rencana Kerja 2022 guna menghadirkan organisasi yang lebih lincah (agile) dan terintegrasi dalam sistem informasi. Kebutuhan akan hal tersebut, menurut Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul, didasari pada kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang luar biasa banyak hingga hampir mencapai 400 orang. Juga secara kualitas, tetap mendukung penuh kebutuhan para anggota dewan, meskipun di masa pandemi seperti saat ini.
“Saya sampaikan, saya hanya ingin tekankan satu hal, yaitu apa yang saya sebut dengan Menuju Badan Keahlian yang agile dan sistem informasi yang terintegrasi. Jadi, agile organization and integrated system information,” ujar Sensi, sapaan akrab Inosentius, saat memberikan sambutan dalam raker BK DPR RI tersebut, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/2/2022).
Sensi menjelaskan, dalam organisasi yang konvensional, cara kerja disesuaikan dengan tupoksi yang kekeuh di masing-masing unit. Dengan kata lain, memiliki paradigma yang tertutup dan tidak bersinergi dengan pusat-pusat lain di bawah koordinasi BK DPR RI. Karena itu, ke depan, dirancang fokus pada pembentukan tim, baik untuk tim pembentukan Undang-Undang, Naskah Akademik, perumusan Undang-Undang, maupun tim untuk urusan fungsi anggaran dan pengawasan.
“Kalau organisasi yang konvensional itu tupoksinya hanya kekeuh di masing-masing unit sesuai dengan tupoksinya, maka ke depan kerja-kerja tim yang menjadi keunggulan, yang menggabungkan SDM dari pusat-pusat yang ada di bawah BKD,” jelas Doktor Bidang Hukum Ekonomi ini.
Ia menambahkan beberapa pusat kajian di bawah BK DPR RI, ada yang sudah mengalami beban berlebihan dalam kinerja (overload capacity). Sehingga, dibutuhkan SDM lain baik yang berasal dari peneliti di BK DPR RI maupun dari Tenaga Ahli (TA) di masing-masing Alat Kelengkapan Dewan (AKD). “Yang kita perlu bantu adalah Pusat Pemantauan Pelaksanaan (Puspanlak) undang-undang. Itu pekerjaan yang load-nya besar sekali, satu tahun saja bisa 80 keterangan DPR untuk sidang di MK. Jadi, ke depan Puspanlak bisa di-back up dengan analis legislatif dengan PUU juga,” tambah Sensi.
Selain itu, BK DPR RI juga akan merancang integrasi sistem informasi dalam dashboard di situs BK DPR RI. Penyusunan ulang situs BK DPR RI ini ke depannya menekankan pada produk-produk yang dihasilkan, mulai dari buku, naskah akademik, informasi singkat, hingga jurnal. Juga, dirancang untuk ada kolom tiap-tiap komisi untuk memenuhi kebutuhan anggota dewan di masing-masing AKD.
“Jadi rupa-rupanya kita sudah capek lihat situs isinya foto pejabat, struktur organisasi, dan sebagainya. Jadi kita inginkan tampilan langsung produknya apa saja. Sehingga benar-benar yang disebut user-oriented itu betul-betul kita kedepankan. Karena itu saya berharap tahun ini bisa selesai kerja sama dengan Pustekinfo,” harap Alumni Fakultas Hukum UGM ini.
Hadir pula dalam rapat kerja ini, di antaranya Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar, Kepala Pusat Teknologi Informasi Djaka Dwi Winarko, Kepala Pusat Kajian AKN Helmizar, Kepaa Pusat Kajian Anggaran Asep Ahmad Saefullah, Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Tanti Sumartini, Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Lidya Suryani Widayati, dan Plt Kepala Pusat Penelitian Achmad Sani Alhusein. (rdn/sf) |
Tindaklanjuti Keputusan MK, UU P3 Mendesak Diubah |
[Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul usai memberikan sambutan secara daring dalam Roadshow Konsultasi Publik di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (4/2/2021). Foto: Hira/Man]
Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul menilai perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undang (UU P3) merupakan suatu kebutuhan yang harus segera dilakukan sebagai tindak lanjut dari Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga, BK Setjen DPR RI menggelar Roadshow Konsultasi Publik Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undang, di beberapa kota/daerah di Indonesia dengan mengundang para pakar dan akademisi.
“Dukungan keahlian ini penting sekali, karena kami yakin bahwa kebutuhan untuk dukungan akademik dalam penyusunan naskah dan kebijakan itu sangat penting,” papar Sensi, sapaan akrab Inosentius Samsul, saat dalam memberikan sambutan secara daring dalam Roadshow Konsultasi Publik di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (4/2/2021). Ia menjelaskan, BK DPR RI saat ini sedang berjuang untuk mempertegas perannya untuk menjadi bridging the research, the role of the world of Parliament di ranah legislatif.
Menurut Sensi, meski berbeda dunia, namun dunia akademik dan dunia politik dapat dikolaborasikan. “Berbincang bincang publik yang baik itu akan berkualitas apabila dirunut dengan data dan pemikiran pemikiran akademik yg kuat. Oleh karena itu, kami menganggap penting adanya kerja sama dan keterlibatan dari para akademisi yang bisa melakukan kajian yang sangat mendalam,” lanjut Sensi sembari membeberkan, dalam masukan yang disampaikan oleh MK, ada dua poin utama yang perlu disoroti.
Pertama, pengadopsian metode Omnibus dalam pembentukan peraturan perundang undangan, dan yang kedua menyangkut partisipasi. “Karena itu pasti kita menemukan banyak hal kekurangan dalam undang-undang ini. Namun karena keterbatasan dalam arti memenuhi urgensi kita pada saat ini, mudah-mudahan ada masukan baru yang apabila tidak menimbulkan tarik-menarik, itu memungkinkaan untuk dapat diadopsi dan dimasukkan dalam revisi (UU P3) kali ini,” harap Sensi.
Senada, Tenaga Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR RI RI Widodo mengungkapkan, melalui konsultasi public ini menjadi kegiatan yang luar biasa karena dapat memberikannya berbagai macam inspirasi dan masukan, di antaranya seperti pelaksanaan Omnibus Law. “Jadi banyak perspektif dan banyak kajian pendapat yang akhirnya menyadarkan kita (seperti) ‘Oh iya, berarti banyak hal kalau di kalangan para akademis saja sudah bisa menyimpulkan berbagai macam persepsi maka tentu apalagi di masyarakat umum’,” terang Widodo.
Dirinya pun menilai, banyaknya saran dan masukan tersebut membantu BK Setjen DPR RI dalam menyempurnakan proses-proses naskah akademik dan juga rancangan undang-undang. “Termasuk konsistensi kita dalam menyusun argumentasi secara akademik dari NA (naskah akademik), kemudahan dari RUU, supaya linear, dan juga supaya bisa mengalir secara jelas sehingga bisa dipertanggungjawabkan,” pungkas Widodo.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sultan Hasanuddin Farida Patitting menyampaikan apresiasinya terhadap pelaksanaan konsultasi publik yang dilaksanakan oleh BK Setjen DPR RI. Menurutnya, keterlibatan masyarakat dan stakeholders cukup signifikan, baik luring maupun daring. “Banyak sekali tanggapan dan masukan dari audiens, baik secara daring maupun luring. Dan saya kira ini menjadi masukan yang sangat berharga untuk Badan Keahlian DPR untuk nanti kembali merumuskan masukan tersebut,” ungkap Farida.
Dia pun mengatakan, hasil diskusi yang menjadi sorotan dari MK, seperti partisipasi publik, harus dinormakan dalam perubahan RUU. Di antaranya seperti pengukuran tingkat partisipasi publik. Menurutnya, untuk memberikan dasar hukum dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. “Harapan kita adalah bagaimana beberapa masukan dapat diperhatikan dan mendapat perhatian dari perancang maupun Badan Keahlian DPR RI untuk dapat mengakomodasi beberapa masukan yang sangat bagus,” tutupnya. (hal/sf) |
BK Gelar Konsultasi Publik UU P3 di Yogyakarta |
[Kepala Badan Keahlian Setjen DPR RI Inosentius Samsul usai memimpin acara konsultasi publik di Universitas Gajah Mada (UGM), Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (4/2/2022). Foto: Tari/Man]
Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI menggelar konsultasi publik dalam rangka untuk mencari masukan, saran atau tanggapan atas draf Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3). RUU Perubahan ke-2 UU P3 ini penting sekali, karena ada materi yang memerlukan pendalaman.
“Pertama soal metode omnibus, dan yang kedua soal partisipasi publik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Namun kalau kita lihat di dalam proses konsultasi publik ini, ternyata memang banyak sekali masalah-masalah yang harus disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini,” ujar Kepala Badan Keahlian Setjen DPR RI Inosentius Samsul usai memimpin konsultasi publik di Yogyakarta, Jumat (4/2/2022).
Sensi, sapaan akrab Inosentius Samsul itu menambahkan, pembahasan perubahan UU P3 ini menjadi perhatian DPR, terkait materi-materi di luar RUU yang diamanahkan oleh Mahkamah Konstitusi, apakah sekaligus dijadikan perubahan pada saat ini atau dijadikan agenda berikutnya. “Karena yang paling urgent pada saat ini adalah berkaitan dengan bagaimana kita memberikan dasar hukum terhadap adopsinya metode omnibus itu sendiri. Kelihatannya memang yang muncul ini justru memasukkan materi baru, bukan men-challenge norma yang sudah jadi. Yang saya liat seperti itu,” tandas Sensi.
“Sehingga menjadi pertimbangan kami, apakah kita mau menambah atau konsen dengan yang sudah ada. Sebab kalau yang ada ini kelihatannya seperti tidak ada catatan yang sangat signifikan. Saya kira itu yang paling penting, ternyata banyak masalah ini yang akan menjadi bahan pertimbangan di DPR, bahwa memang banyak sekali masalah. Tapi apa mau (pembahasan) diangkut sekaligus, atau memang nanti setelah revisi ini akan dilangsungkan dan dilanjutkan dengan revisi berikutnya yang mungkin membutuhkan waktu konsultasi yang lebih panjang lagi,” papar Sensi.
Hadir dalam konsultasi publik ini sejumlah sivitas akademika UGM, di antaranya Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH., M.S., Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, SH., M.Hum., Prof. Dr. Nurhasan Ismail, SH., M.Si. Dari Universitas Islam Indonesia (UII) hadir Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., dan Dr. Saifudin, SH., M.Hum. (mri/sf) |
Perlu Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU agar Tercipta ‘Meaningful Participation’ |
[Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Badan Keahlian Setjen DPR RI Lidya Suryani Widayati saat memimpin ‘Diskusi Publik Terkait Perancangan Perundang-Undangan’, di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (3/2/2022). Foto: Anron/Man]
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Badan Keahlian Setjen DPR RI Lidya Suryani Widayati menekankan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation). Dengan demikian, tercipta partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh yang wajib memiliki tiga prasyarat penting di dalamnya antara lain hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered) dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
Sementara itu, Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Airlangga Syaiful Aris menilai perlu adanya Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011. Terlebih ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2020 yang memerintahkan untuk melakukan perubahan terhadap pada teknik penyusunan perundang-undangan.
“Salah satunya di dalamya adalah dalam sistem pembentukan peraturan kita belum mengenal metode omnibus. Selain itu, perlu juga ada penguatan terhadap partisipasi masyarakat karena dengan partisipasi itu tentu produk legislasi tentu akan jauh lebih berkualitas dan itu adalah ciri-ciri dari sebuah negara yang demokratis seperti apa yang telah dilakukan rekan-rekan Badan Keahlian DPR,” jelas Syaiful. (ron/sf) |
Konsultasi Publik jadi Upaya Uji Konsep Naskah Akademik |
[Kepala Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul dalam kegiatan Roadshow Konsultasi Publik Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/2/2022). Foto: Hira/Man]
Kepala Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul mengungkapkan kegiatan konsultasi publik yang dilakukan Badan Keahlian merupakan upaya yang dilakukan untuk menguji konsep Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3).
“Artinya, konsep yang yang kita punya ini diuji, ditantang. Siapa tahu ada persoalan. Nanti kalau ada pemikiran alternatif dan itu meyakinkan, kita akan sesuaikan,” ujar Sensi, sapaan akrabnya, dalam kegiatan Roadshow Konsultasi Publik Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/2/2022). Melalui kegiatan ini, BK DPR RI mencari masukan, saran atau tanggapan atas draf revisi UU P3.
Sensi melanjutkan, konsultasi publik tersebut merupakan bagian dari merespon keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya, terutama untuk mengadopsi metode omnibus dalam penyusunan undang-undang di Indonesia. Selain itu, juga dilakukan guna memperjelas pengaturan tentang partisipasi publik dalam pembuatan UU yang dimaksudkan oleh MK.
“(Yang) dimaksudkan oleh MK yaitu yang disebut dengan meaningful participation dengan tiga kategori. Pertama yaitu the right to be heard (hak untuk didengar), kemudian the right to be consider (hak untuk dipertimbangkan masukan masukannya), dan the right to be explain (hak untuk menjelaskan tindak lanjut dari masukan-masukan yang disampaikan publik),” terang Sensi.
Sensi menjelaskan, konsultasi publik ini akan berlangsung selama seminggu. Roadshow akan dilakukan di tujuh daerah, seperti Yogyakarta, Surabaya, hingga Makassar, dengan melibatkan universitas setempat. Namun, dirinya menegaskan bahwa masukan-masukan masyarakat diterima dengan terbuka hingga proses RUU itu disetujui bersama antara pemerintah, yakni antara DPR bersama presiden Republik Indonesia.
“Orang bisa tinggal ketikkan saja Simas PUU DPR. Itu langsung terbuka dan bisa dilihat langsung (naskahnya). Kami sudah upload naskah akademik dan RUU untuk (dapat) dibaca. Kalau ada komentar, silahkan dikirim. Akan kami respon,” sambung Sensi.
Senada, Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Idris menilai, dengan terselenggaranya konsultasi publik yang bekerjasama dengan berbagai universitas di Indonesia, BK Setjen DPR RI telah menunjukkan DPR RI sudah berupaya dengan baik melalui kajian-kajian yang sifatnya terbuka dan banyak melibatkan kepentingan publik. “Dengan melibatkan para pakar, ini sebagai cermin bahwa mereka membuka transparansi dan juga masyarakat pada umumnya, terutama masyarakat pada kelompok ahli," ujar Idris.
Dirinya menjelaskan, hasil kajian dari para hakim MK sebelumnya memutuskan agar undang undang tentang cipta kerja itu harus diperbaiki, khususnya secara formil. Menurutnya, meski banyak negara lain yang telah sukses menggunakan metode omnibus, hal tersebut merupakan pengalaman pertama dari Indonesia. Sehingga, keputusan yang diambil MK dianggap tepat dengan memberi waktu perbaikan selama dua tahun.
“Tentu kita sudah banyak menyimak banyak pakar bahwa sebenarnya sah sah saja dan MK saat ini tepat memberikan dua tahun untuk diperbaiki, baik dari sisi formilnya, dasar hukumnya yang menjadikannya undang-undang dalam sebuah metode menggabangungkan, atau me-review atau memperbaiki hal-hal yang sifatnya tumpang tindih,” terang Idris sembari berharap hasil kajian bersama ini nantinya dapat digodok lagi di Badan Legislasi. (hal/sf) |
BK DPR Gelar Konsultasi Publik Revisi UU P3 Tindak Lanjut Putusan MK |
[Kepala Badan Keahlian Setjen DPR RI Inosentius Samsul saat bertukar cinderamata usai acara konsultasi publik tersebut di Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/2/2022). Foto: Hira/nvl]
Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI menggelar konsultasi publik dalam rangka untuk mencari masukan, saran atau tanggapan atas draf Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3).
Konsultasi publik ini RI merupakan tindak lanjut Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 mengenai uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Diketahui, dalam Putusan MK tersebut memerlukan adanya pengaturan mengenai metode omnibus dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Berdasarkan pertimbangan Putusan MK tersebut diperlukan tata cara yang jelas dan baku mengenai metode omnibus dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujar Kepala Badan Keahlian Setjen DPR RI Inosentius Samsul saat membuka acara konsultasi publik tersebut di Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/2/2022).
Sensi, sapaan akrab Inosentius Samsul itu menambahkan, Lampiran UU Nomor 12 Tahun 2011 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari UU Nomor 12 Tahun 2011 yang memuat aspek teknik penyusunan naskah akademik dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik. Sekaligus memberikan contoh agar dapat memberikan pedoman yang lebih jelas, pasti, dan baku dalam penyusunannya sebagai bagian dari pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Selain itu, dalam perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juga diperlukan penyempurnaan mengenai konsep partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation),” tambahnya. Dengan adanya konsultasi publik, Sensi berharap agar kegiatan ini berjalan sesuai dengan harapan dan dapat menghasilkan suatu materi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Hadir dalam acara konsultasi publik ini Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Idris, beberapa akademisi Hukum Tata Negara, dan beberapa perwakilan Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, dan instansi terkait lainnya. (hal/sf) |
Badan Keahlian DPR Serap Masukan Pakar terkait Perubahan Kedua RUU atas UU Nomor 12 Tahun 2011 |
[Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian Setjen DPR RI Lidya Suryani Widayati dalam sambutannya saat FGD Konsultasi Publik. Foto: Devi/nvl]
Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lampung menggelar Focus Group Discussion (FGD) Konsultasi Publik bersama Perwakilan Biro Hukum Pemerintah Provinsi Lampung, Kantor Wilayah Kemenkumham Lampung, DPRD Lampung, DPRD Kota Bandar Lampung, Bagian Hukum Pemerintah Kota Bandar Lampung, serta Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, Universitas Malahayati, Universitas Muhammadiyah Metro, Universitas Saburai, dan Universitas Tulang Bawang dalam rangka penyusunan Naskah Akademik dan Perubahan Kedua RUU atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian Setjen DPR RI Lidya Suryani Widayati dalam sambutannya menyampaikan, Focus Group Discussion (FGD) Konsultasi Publik ini diselenggarakan dalam rangka untuk mencari masukan, saran atau tanggapan atas Naskah Akademik dan Draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Naskah Akademik dan Draf Rancangan Undang-Undang ini disusun berdasarkan standar operasional yang telah diberlakukan oleh Badan Keahlian DPR RI. Perlu saya sampaikan bahwa Badan Keahlian DPR RI merupakan sistem pendukung DPR RI yang mempunyai tugas dan fungsi dukungan keahlian dalam rangka pelaksanaan fungsi legislasi (pembentukan Undang-Undang), Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Fungsi Pengawasan DPR RI," tutur Lidya di Kota Bandar Lampung, Lampung, Rabu (2/2/2022).
Lidya mengatakan, penyusunan Naskah Akademik dan Draf Rancangan Undang-Undang ini merupakan permintaan dari Badan Legislasi DPR RI kepada Badan Keahlian DPR RI sebagai tindak lanjut Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 mengenai uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Putusan MK tersebut, tambah Lidya, terkait dengan perlunya pengaturan mengenai metode omnibus dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan Pertimbangan Putusan MK tersebut diperlukan tata cara yang jelas dan baku mengenai metode omnibus dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang memuat aspek teknik penyusunan naskah akademik dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik dengan sekaligus memberikan contoh agar dapat memberikan pedoman yang lebih jelas, pasti, dan baku dalam penyusunannya yang merupakan bagian dari pembentukan peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Selain itu, lanjut Lidya, dalam perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan juga diperlukan penyempurnaan mengenai konsep partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation). "Dalam kerangka persoalan tersebut, diperlukan peran dan dukungan dari para narasumber dan seluruh peserta FGD yang diselenggarakan melalui forum ini, untuk memberikan masukan, saran atau tanggapan atas Rancangan Naskah Akademik dan Perubahan Kedua RUU Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan khususnya terkait dengan metode omnibus dan penyempurnaan mengenai konsep partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation)," ujarnya.
Lidya berharap, pelaksanaan FGD ini dapat menghasilkan suatu materi yang bermanfaat bagi masyarakat. Hadir sebagai pembicara dalam FGD tersebut yaitu Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Univeraitas Lampung Rudy dan Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Unila Agus Triono. (dep/sf) |
Wujudkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Berkualitas, PKA BK DPR Kuatkan Fungsi Anggaran dan Pengawasan |
|
BK DPR Serap Aspirasi Dampak Bisnis Industri Kelapa Sawit |
[Badan Keahlian (BK) DPR RI menyelenggarakan seminar bertema ‘Mengungkapkan Dampak Bisnis Industri Kelapa Sawit.’ di Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/12/2021). Foto: Jaka/Man]
Menyumbang kontribusi besar bagi devisa negara, industri kelapa sawit turut membawa sejumlah konflik. Guna mencari titik terang berupa masukan yang efektif, Badan Keahlian (BK) DPR RI menyelenggarakan seminar bertema ‘Mengungkapkan Dampak Bisnis Industri Kelapa Sawit.’ di Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/12/2021).
Bekerja sama dengan Women Working Group (WWG), Badan Keahlian DPR RI berusaha menyerap aspirasi dari berbagai pihak agar bisa memberikan rekomendasi yang tepat untuk peningkatan industri perkebunan kelapa sawit, sekaligus menjaga masyarakat lokal hidup sejahtera dengan tetap memegang prinsip sosial budaya.
Dilaksanakan secara daring, Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul menekankan saat ini BK DPR RI sedang mempersiapkan naskah akademik untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Industri Strategis Pertanian. Diharapkan dengan kehadiran RUU tersebut, bisa menjembatani masyarakat lokal dengan industri pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit.
“Dampak industri kelapa sawit harus diakui memang ada dampak positif dan negatif. Di sisi lain, industri kelapa sawit berkontribusi sangat besar terhadap negara. Indonesia saat ini berusaha semaksimal mungkin agar mengatasi dampak negatif sekaligus meningkatkan dampak positif khususnya untuk masyarakat lokal di sekitar perkebunan kelapa sawit,” ujar Sensi, sapaan akrabnya.
Dalam penyusunan naskah akademik RUU Industri Strategis Pertanian, ia menjelaskan naskah akademik menggunakan perspektif regulatory impact assestment. Di mana, terdiri dari beberapa tolok ukur mulai dari stakeholder, lingkungan, sumbangsih industri terhadap Pancasila, hak asasi manusia (HAM), dan kelembagaan.
“Kami sedang menyiapkan naskah akademik untuk RUU Industri strategis pertanian. Industri kelapa sawit menjadi urutan pertama dalam RUU tersebut. Karena pemasukan untuk negara tinggi sekali. Bahkan mengalahkan migas. Maka perlu, ditemukan informasi agar memberikan rekomendasi yang solid,” jelasnya.
Ke depannya, Sensi berharap industri perkebunan kelapa sawit dibangun secara proposional, di mana masyarakat lokal pun bisa hidup jauh lebih baik. Tidak hanya itu, melalui kegiatan serap aspirasi ini, industri perkebunan kelapa sawit bisa tumbuh progresif demi perekonomian negara yang signifikan. Sebagai informasi, seminar tersebut dihadiri oleh Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi, Resilence Fellow 2021 Nukila Evanty, Executive Director Konsil LSM Indonesia. (ts/sf) |
BK DPR Gelar FGD Bahas RUU Landas Kontinen |
[Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Inosentius Samsul saat mengisi acara Focus Group Discussion (FGD) Potensi Sumber Daya kelautan Indonesia Diintegrasikan dengan Urgensi Rancangan Undang-Undang Landas Kontinen. Foto : Jaka/mr]
Badan Keahlian DPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) Potensi Sumber Daya kelautan Indonesia Diintegrasikan dengan Urgensi Rancangan Undang-Undang Landas Kontinen. Bekerja sama dengan Universitas Batam beserta Yayasan Kelautan dan Kemaritiman Indonesia Sejahtera, Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Inosentius Samsul berharap kegiatan ini membuka ruang untuk menyerap aspirasi agar RUU Landas Kontinen menjadi lebih komprehensif.
“FGD ini diselenggarakan dalam rangka mendukung legislasi DPR RI, untuk mendiskusikan dan mencari masukan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen sekaligus Potensi Sumber Daya Kelautan Indoensia” tutur Inosentius Samsul saat membuka FGD tersebut di Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (9/12/2021).
Dilaksanakan secara virtual, dirinya mengungkapkan apresiasi terhadap dukungan stakeholder yang terlibat dalam penyusunan RUU Landas Kontinen. Baginya, setiap aspirasi yang disampaikan akan menjadi materi yang bermanfaat tidak hanya untuk negara, namun juga seluruh masyarakat Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Pansus RUU Landas Kontinen TB. Hasanuddin menekankan RUU Landas Kontinen berfungsi untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1973 yang belum disempurnakan sesuai United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS). Diajukan oleh Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Perikanan dan Kelautan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Menteri Pertahan, ia ingin RUU Landas Kontinen bisa menyelesaikan sejumlah isu krusial.
Adapun isu yang dimaksud, di antaranya, diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan ketidakjelasan pengaturan berkaitan pengawasan, sarana dan prasarana, teknologi di landasan kontinen. Tidak hanya itu saja, TB. Hasanuddin menyampaikan, Pansus RUU Landas Kontinen ingin RUU Landas Kontinen bisa menegaskan kewenangan, perizinan, investasi, koordinasi, sekaligus mekanisme sanksi dan ganti rugi.
“Lewat forum ini, kami berharap bisa menyerap aspirasi untuk RUU Landasan Kontinen dari berbagai perspektif sehingga bisa disusun secara komprehensif.” tandas Politisi Fraksi Partai PDI Perjuangan itu. (ts/es) |