Judul | Berita |
---|---|
Gelar FGD, PUU Bidang Polhukham BK Setjen DPR Tanda Tangani PKS dengan FH UKSW dan Untag Semarang |
[Kepala Pusat PUU Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lidya Suryani Widayati usai menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) antara Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI dengan fakultas hukum Universitas Kristen Satya wacana dan Universitas 17 Agustus 1945 Semarang. Foto: Arief/nr]
Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Polhukham), Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk 'Politik Hukum dalam Undang-Undang Mengenai Pembentukan Peraturan Perundang Undangan'. FGD tersebut melibatkan stakeholder dari pemerintah daerah, DPRD serta akademisi.
Demikian disampaikan Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lidya Suryani Widayati, kepada Parlementaria, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (11/10/2023). Adapun tujuan dari Focus Group Discussion (FGD) untuk menjaring masukan terkait dengan politik hukum dalam UU mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan UU Nomor 12 tahun 2011 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 13 tahun 2022.
"Jenis peraturan perundang-undangan juga ada perdanya, di mana kewenangannya di daerah DPRD dan pemerintah daerah untuk mengeluarkan Perda. Sehingga, terkait dengan politik hukum dalam UU P3 melibatkan mereka untuk mendapatkan masukan seperti apa nanti yang terbaiknya, pengaturannya ke depan dan tentunya perguruan tinggi juga bagian dari masyarakat luas yang juga bisa memberikan masukan untuk peningkatan kualitas dari peraturan pembentukan perundang-undangan itu sendiri,” ujar Lidya.
Pada kesempatan tersebut, Lidya juga menjelaskan, masukan terkait bagaimana pembentukan peraturan perundang-undangan ke depan terutama masalah dengan adanya UU Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP, dalamimplementasinya masih menimbulkan kendala terutama perumusan norma-norma sanksi pidana, yang seharusnya implementasinya mengacu pada undang-undang nomor 1 tahun 2023.
"Tadi kita ketahui untuk pembentukan Perda pun juga mengalami permasalahan terkait dengan perumusan norma sanksi pidana dan tindak pidana, makanya beberapa persoalan yang masih perlu dikaji terkait dengan substansi yang ada didalam UU tentang P3,” jelas Lidya
Lidya juga menambahkan, dalam FGD juga disinggung terkait dengan legacy peraturan perundang-undangan dengan istilah carry over. Carry over adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan jika ada undang-undang yang belum selesai dibahas dalam satu periodisasi DPR RI, maka akan dilanjutkan pembahasannya pada periodisasi DPR RI selanjutnya.
Termasuk juga dalam FGD ini dibahas pula perlu atau tidak diperlukannya partisipasi masyarakat dalam pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Perlu dikaji tentu nantinya akan ada lanjutan dari FGD secara mendalam untuk mendiskusikannya kembali, beberapa persoalan yang perlu dikaji perlu disempurnakan di dalam Undang-Undang P3,” jelasnya.
Adapun dalam kegiatan Focus Group Discussion diikuti juga penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI dengan fakultas hukum Universitas Kristen Satya wacana dan Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
Turut hadir narasumber pada kegiatan Forum Group Discussion tersebut di antaranya IIwanuddin Iskandar (Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah), Edy Iswanto (Plh. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Tengah), Umbu Rauta (Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan Retno Mawarini Sukmariningsih (Wakil Rektor IV Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang. (afr/rdn). |
Baleg DPR: Metode ‘Crisys’ Dapat Jadi Pintu Masuk Revisi UU P3 |
[Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas saat menghadiri seminar nasional terkait arah perubahan ketiga UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3). Foto: Arief/nr]
Pusat Perancangan Undang-Undang Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI menyelenggarakan seminar nasional terkait arah perubahan ketiga UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3). Dalam kesempatan itu, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas dalam keynote speech menyampaikan adanya metode Corruption Risk Analysis (Crisys) memungkinkan untuk menjadi pintu masuk untuk perubahan UU P3 tersebut ke depannya.
"Dengan adanya launching program justru itu memungkinkan untuk Undang-Unsang P3 itu akan kita revisi kembali supaya lebih baik kedepannya itu harapannya. Ujungnya itu menyangkut soal metode corruption risk analysis itu menjadi pintu masuk dalam rangka untuk perubahan undang-undang P3 ke depan,” ujarnya kepada Parlementaria usai membuka sekaligus memberikan keynote speech dalam penyelenggaraan Semnas tersebut di Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Menurutnya, langkah ini merupakan suatu metode baru agar bagaimana korupsi itu bisa dicegah mulai dari awal perencanaan sebuah pembentukan peraturan perundang-undangan. Karena itu, Politisi Fraksi Partai Gerindra itu juga berharap adanya kolaborasi BK DPR RI dengan pihak perguruan tinggi, DPD, DPRD, pemerintah, serta akademisi agar mewujudkan RUU tersebut yang ideal ke depannya.
"Saya menyambut baik pelaksanaan dari launching metode Crysis yang dilakukan Kepala Pusat Perancang Undang-Undang DPR dalam rangka menginginkan sebuah undang-undang itu mulai dari proses perencanaan. Sehingga, hasil yang terakhir bisa lebih maksimal dan bermanfaat,” tutupnya (afr/rdn) |
Lidya Suryani Widayati Harap Crisys Dapat Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Lebih Baik |
[Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Lidya Suryani Widayati (tengah) dalam foto bersama dengan Widyaiswara Ahli Utama LAN RI, Suseno (kiri); Deputi Bidang Persidangan, Suprihartini; Kepala Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul; serta Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas (kanan) usai Seminar Nasional di Jakarta. Foto: Arief/nr]
Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia pada Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI menyelenggarakan Seminar Nasional (Semnas) bertemakan, "Politik Hukum dalam Undang Undang Mengenai Pembentukan Peraturan Perundang Undangan".
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Lidya Suryani Widayati, menerangkan, sudah ada perubahan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (P3) yang sekarang menjadi undang-undang nomor 13 tahun 2022, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa masih ada beberapa yang perlu dilakukan penyempurnaan terutama terkait dengan masalah ketentuan pidananya.
"Tentunya ini harus disesuaikan undang-undang nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP dimana penerapan ketentuan sanksi pidananya di KUHP itu bisa diimplementasikan dalam pembentukan undang-undang lainnya sehingga di dalam undang-undang P3 itu perlu ada aturan yang lebih jelas lagi terkait dengan implementasi undang-undang nomor 1 tahun 2023," terang Lidya Suryani Widayati kepada Parlementaria usai penyelenggaraan Semnas di Jakarta, jumat (6/10/2023).
Pada seminar nasional tersebut kepala pusat Perancangan Undang-Undang juga melakukan launching Corruption Risk Analysis (crisys) sebagai salah satu metode selain adanya Metode Regulatory Impact Analysis (RIA) di dalam undang-undang P3 undang-undang No.13 tahun 2022 yang merupakan perubahan UU no 12 tahun 2011.
"Perlu kolaborasi, soal crisys sebagai metode untuk mencoba mencegah terjadinya 'political corruption', karena tanggung jawab terhadap pencegahan terjadinya 'political corruption' tidak hanya di sistem pendukung yang ada di DPR tetapi ada di sistem pendukung kementerian lembaga dan perguruan tinggi juga ikut berperan untuk mewujudkan suatu perundang-undangan yang lebih baik antara lain undang-undang yang bebas dari political corruption," tegas Lidya Suryani Widayati.
Kapus (PUU) Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI ini juga menjelaskan lebih lanjut bahwa kolaborasi crisys dibutuhkan karena tanggung jawab tidak hanya di DPR tetapi karena peran pembentukan peraturan perundang-undangan juga ada di pemerintah, DPD, DPRD dan ada di pemerintah daerah.
"komitmen bersama diperlukan untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang baik antara lain peraturan perundang-undangan yang bebas dari political corruption melalui crisys yang berbasis pada corruption risk analisis," jelas Kapus PUU DPR RI ini.
Lidya Suryani Widayati, juga menambahkan crisys sudah diterapkan oleh beberapa negara yaitu negara rusia Albania, Italia Portugal dan Korea Selatan, sementara di Indonesia PPATK dan KPK menggunakan 'corruption risk assessment'.
"Yang membedakan 'corruption risk assessment' itu digunakan untuk peraturan yang sudah ada sementara crisys digunakan untuk memitigasi risiko atau menganalisis norma-norma dalam tahap penyusunan terutama penyusunan RUU sehingga semua dicegah semenjak dari awal tahap penyusunan," pungkas Lidya Suryani Widayati.
Turut hadir pada acara pelaksanaan seminar nasional, Supratman Andi Agtas (Ketua Badan Legislasi DPR RI) Inosentius Samsul (Kepala Badan Keahlian DPR RI), Suprihartini (Deputi Bidang Persidangan Setjen DPR RI), Suseno dari (Widyaiswara Ahli Utama LAN RI), Idham (Wakil Rektor 1 Universitas Batam), Marcus Priyo Gunarto (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada), Mahrus Ali (Dosen Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia), I Nyoman Suandika (Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahendradatta serta tenaga ahli AKD DPR RI. (afr/aha) |
Inosentius Samsul: Satu Data Meniscayakan Integrasi Antar-Lembaga |
[Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Inosentius Samsul dalam foto bersama usai mengikuti Seminar Nasional (Semnas) di Jakarta, Jumat (22/9/2023). Foto: Hira/nr]
Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Inosentius Samsul menekankan satu data meniscayakan adanya integrasi antar-lembaga yang menjadi ‘produsen’ dari data itu sendiri. Karena ia melihat sejauh ini upaya tersebut belum optimal karena masih adanya ego sektoral.
“Jadi produsen data itu enggan untuk menyerahkan data itu, masih dipegang sendiri sendiri,” ujar Sensi, sapaannya, ketika ditemui Parlementaria, di Seminar Nasional (Semnas) Jakarta, Jumat (22/9/2023). Semnas tersebut bertema ‘Arah Pengaturan Satu Data Indonesia Dalam Undang-Undang’ yang diselenggarakan oleh Pusat Perancangan Undang Undang (PUU) BK DPR RI.
Sensi menilai, jika undang-undang terkait satu data itu hadir, dirinya berharap ego sektoral dapat ditekan keberadaannya. Menurutnya, kebijakan seperti itulah yang diharapkan oleh Badan Keahlian DPR RI dalam mengkaji satu data dalam seminar ini.
“Kalau di dalam penjelasan teknis tadi semua produsen data itu harus bisa berkontribusi dan membagi pakai data yang mereka miliki sebagai bahan untuk pengambilan keputusan atau kalau secara teknis karena mereka dari Bappenas dalam rangka penyusunan perencanaan dan kegiatan,” jelasnya.
Karena itu, dengan hadirnya Semnas ini, BK DPR RI dapat menampung pemikiran akademisi dan praktisi untuk memperkaya substansi, baik di naskah akademik maupun RUU yang sedang digarap oleh Badan Keahlian. Maka dari itu, kehadiran forum ini menjadi sangat penting untuk mengakselerasi proses pengusulan RUU satu data. “Dengan masukkan hari ini itu (RUU satu data) bisa diperkaya lagi. Kan ini konsultasi publik,” tutupnya (hal,far/rdn) |
Usul UU Satu Data, Agung Budi Santoso Apresiasi Semnas Pusat PUU |
[Ketua BURT DPR RI Agung Budi Santoso saat menghadiri kegiatan Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI melalui Pusat Perancangan Undang Undang (PUU) Polhukham di Jakarta, Jumat (22/9/2023). Foto: Hira/nr]
Ketua BURT DPR RI Agung Budi Santoso mengapresiasi dan mendukung penuh kegiatan Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Perencanaan Undang-Undang Polhukham Badan Keahlian (BK) DPR RI. Sebab menurutnya, kegiatan yang mengusung tema 'Arah Pengaturan Satu Data Indonesia dalam Undang-Undang' ini menurutnya akan menghasilkan output yang luar biasa bagi kemajuan bangsa ke depan.
|
BK DPR Turut Berupaya Tingkatkan Ekosistem Ekonomi Haji Terintegrasi |
[Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul dalam foto bersama dengan Kepala PusAKa BK DPR RI Achmad Sani Alhusain, dan narasumber lainnya di Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa(19/9/2023). Foto: Munchen/nr]
Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI Inosentius Samsul membuka Seminar Nasional dengan tajuk Penguatan Ekosistem Ekonomi Haji yang Terintegrasi yang diselenggarakan oleh Pusat Analisis Keparlemenan (PusAKa)-BK DPR RI. Sensi dengan sapaan akrabnya, mengungkapkan dengan adanya seminar nasional yang diselenggarakan bisa meningkatkan kualitas pelayanan terhadap penyelenggaraan haji lebih baik dan mengembangkan ekosistem perekonomian haji yang terintegrasi.
"Pertama, kualitas pelayanan terhadap penyelenggaraan haji lebih baik dan berdampak secara ekonomi. Kemudian dikembangkan dengan ekosistem perekonomian haji yang terintegrasi," kata Sensi dalam wawancara kepada Parlementaria di Jakarta Pusat, DKI Jakarta, hari Selasa(19/9/2023).
Sensi menjelaskan dengan adanya seminar nasional yang terselenggarakan, memaparkan pentingnya integrasi dalam seluruh aktivitas yang terkait dengan penyelenggaraan haji. Sehingga semua kegiatan tersebut memiliki nilai ekonomi yang signifikan khususnya bagi masyarakat muslim.
"Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI mengadakan Seminar Nasional tentang Penguatan Ekosistem Ekonomi Haji yang Terintegrasi, menekankan terintegrasinya semua aktifitas yang dilakukan selama penyelenggaraan haji memiliki nilai ekonomi haji. Travel, perhotelan, UMKM, dan sebagainya akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat muslim secara khusus," jelasnya.
Saat ini, Badan Keahlian sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang(RUU) tentang penyelenggaraan Haji dan Umroh, dengan harapan bahwa RUU tentang penyelenggaraan Haji dan Umroh dapat diperbarui terlebih dahulu. "Kebetulan Badan Keahlian sedang menyiapkan Rancangan Undang-undang tentang penyelenggaraan Haji dan Umroh, kami menganggap RUU-nya terlebih dahulu dibenahi," ungkap Sensi.
Sensi berharap ada hasil berupa policy paper yang akan membantu DPR dalam proses pembuatan kebijakan terkait penyelenggaraan haji yang biasanya direvisi setiap tahun. "Harapan kami tentunya ada suatu output berupa policy paper yang membantu DPR dalam proses untuk menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan haji yang biasanya dilakukan setiap tahun," tutupnya.
Kepala PusAKa BK DPR RI Achmad Sani Alhusain menambahkan, masalah terkait penyelenggaraan haji selalu menjadi subjek pembahasan antara DPR dan Pemerintah setiap tahunnya. Disisi lain, penyelenggaraan haji juga memiliki potensi ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan Indonesia.
"Tahun demi tahun, permasalahan terkait dengan penyelenggaraan haji selalu menjadi subjek dari pembahasan antara DPR dan Pemerintah. Kemudian ada hal lain yang disuarakan oleh masyarakat bahwa ternyata penyelenggaraan haji membawa potensi-potensi ekonomi yang mempunyai dampak untuk dorongan pertumbuhan bagi Indonesia," tambah Sani. (mun/aha) |
Karakteristik Daerah Perlu di Perkuat di RUU tentang Kabupaten Pandeglang dan RUU tentang Kabupaten Lebak |
[Plt. Kepala PUU Bidang Ekuinbangkesra Badan Keahlian DPR RI Wiwin Sri Rahyani (kiri) saat memberikan cenderamata di Pendopo Kabupaten Pandeglang, Banten, Jumat (1592023). Foto: Kiki/nr]
Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI menggelar Forum Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Penyesuaian Dasar Hukum Pembentukan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak Sebagai Landasan Pembangunan Menuju Banten Mandiri, Maju, dan Sejahtera’. Kegiatan yang dihadiri Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah dan Anggota Komisi I DPR RI Rizki Aulia Rahman Natakusumah ini dilaksanakan di Pendopo Kabupaten Pandeglang, Jumat (15/9/2023).
Forum ini sebagai langkah awal penyesuaian alas hukum pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kabupaten Pandeglang dan RUU tentang Kabupaten Lebak serta nantinya akan dibahas oleh Komisi II DPR. Dimana sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini perkembangannya dinamis dan konsititusi beberapa kali juga mengalami perubahan dari Republik Indonesia Serikat (RIS) hingga kembali ke Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
"Nah ini konsekuensinya berdampak pada beberapa peraturan perundangan-undangan yang berdasar RIS. Maka Komisi II DPR menindaklanjutinya dengan meminta Badan Keahlian DPR RI sebagai supporting system, untuk menyiapkan naskah akademiknya,” ujar Plt. Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat (Ekuinbangkesra) Badan Keahlian DPR RI Wiwin Sri Rahyani seusai acara FGD tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Wiwin menjelaskan beberapa poin-poin penting yang perlu diatur dalam RUU tentang Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak di Provinsi Banten, yakni mengetahui karakteristik daerah (kewilayahan, potensi, dan kebudayaan serta adat istiadat).
“Yang disampaikan oleh beberapa narasumber dari akademisi, jadi setiap daerah tuh mempunyai kondisi daerah masing-masing, karakteristik daerahnya masing-masing, itu yang perlu ditonjolkan, seperti potensi daerahnya ada yang pertanian dan pariwisata,” ujar Wiwin.
Selanjutnya, mengenai target penyelesaian dari RUU tentang Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, Wiwin mengatakan, harus selesai di akhir bulan September ini. “Arah kebijakan dari Komisi II tahun 2023 ini,” tutup Wiwin. (qq/aha) |
BK DPR Gelar FGD RUU Perlindungan Konsumen dengan UNTAG Semarang |
[Plt. Kepala PUU Bidang Ekuinbangkesra Badan Keahlian DPR RI Wiwin Sri Rahyani (tengah) usai penandatanganan MoU dan Perjanjian Kerja Sama di Kampus Untag, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (30/8/2023). Foto: Rizki/nr]
Badan Keahlian (BK) DPR RI menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Urgensi Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen’ dengan melibatkan akedemisi dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang. Adapun kegiatan tersebut dilakukan sebagai langkah awal persiapan revisi UU Nomor 8 tahun 1999 yang masuk usulan DPR pada Prolegnas 2023 dan nantinya akan dibahas oleh Komisi VI DPR.
"Terkait dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena usianya sudah sekitar 24 tahun tentunya baik dinamika legislasi maupun sosiologis banyak perkembangan dan itu harus diakomodir oleh pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan pemerintah untuk melakukan perubahan,” ungkap Plt. Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat (Ekuinbangkesra) Badan Keahlian DPR RI Wiwin Sri Rahyani di Kampus Untag, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (30/8/2023).
Pada kesempatan tersebut, Wiwin menuturkan beberapa isu krusial pada RUU Perlindungan Konsumen yang akan mendapatkan perubahan. Di antaranya mengenai definisi atau batasan dari konsumen lalu mengenai pembedaan atau pemisahan kategori antara pelaku usaha.
"Mengenai pembedaan atau pemisahan antara pelaku usaha, dalam undang-undang eksisting saat ini pelaku usaha itu bisa dikategorikan pelaku usaha barang dan/atau jasa, padahal dalam karakteristiknya mempunyai karakteristik masing-masing sehingga membedakan pelaku usaha barang dan penyedia jasa,” tuturnya.
Selanjutnya, mengenai penyempurnaan terkait hak dan kewajiban dari konsumen, dan hak dan kewajiban dari pelaku usaha, termasuk tanggung jawab dari pelaku usaha barang maupun penyedia jasa. Kemudian materi lainnya yang mendapat perubahan yaitu mengenai perjanjian baku.
"Untuk perjanjian baku itu dikategorikan sebagai isu yang sangat penting karena dianggap merugikan konsumen, sehingga perlu ada batasan-batasan untuk perjanjian baku yang didalamnya ada klausul-klausul pelaku,” ungkapnya.
Wiwin juga menjelaskan adanya perubahan pada tanggung jawab pelaku usaha, kemudian penguatan kelembagaan dalam hal ini BPKN, BPSK dan LPKSM, serta mengenai penerapan sanksi administratif maupun pidana yang disinkronisasikan dengan sejumlah undang-undang eksisting lainnya seperti KUHP, UU Penguatan Sektor Keuangan, dan UU Ciptaker.
"Karena sekarang sudah ada undang-undang KUHP yang terbaru, kemudian sudah ada juga undang-undang pengembangan penguatan sektor keuangan yang mengatur secara eksplisit terkait dengan Perlindungan Konsumen, kemudian juga ada juga undang-undang tentang Cipta kerja yang kita sinkronkan baik itu normatifnya maupun juga ketentuan sanksi baik administratif maupun pidananya,” pungkasnya.
Sejumlah Narasumber yang hadir pada kegiatan FGD tersebut di antaranya Prof. Dr. Lisdiyono, SH., M. HUM, Prof. Dr. Dra. Emiliana Sri Pudjiarti, M. SI dan, Prof. Dr. Retno Mawarini Sukmariningsih, SH., M.Hum selaku akademisi Universitas 7 Agustus 1945 Semarang dan Abdun Mufid, SH selaku perwakilan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Tengah.
Acara tersebut ditutup dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama antara Badan Keahlian DPR RI dengan Universitas 17 Agustus Semarang secara seremonial oleh Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul yang turut hadir pada kegiatan tersebut secara virtual. (rr/rdn) |
PA3KN Gelar Workshop Penulisan Policy Brief |
[Plh. Kepala Pusat PA3KN DPR RI Ari Mulianta Ginting saat foto bersama usai workshop penulisan policy brief, di Wisma Griya Sabha DPR RI, Kopo, Cisarua, Bogor, Rabu (9/8/2023). Foto: Kiki/nr]
Pusat Analisis Anggaran dan Akuntabilitas Keuangan Negara (PA3KN) Badan Keahlian DPR RI melakukan 'Workshop Penulisan Policy Brief' dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yakni para analis guna menghasilkan suatu karya tulis atau policy brief yang lebih tajam dan akurat kepada pembuat kebijakan atau anggota DPR.
Hal itu disampaikan Plh. Kepala Pusat PA3KN DPR RI Ari Mulianta Ginting di sela-sela workshop penulisan policy brief, di Wisma Griya Sabha DPR RI, Kopo, Cisarua, Bogor, Rabu (9/8/2023). “Workshop ini semoga mampu menghasilkan suatu policy brief yang lebih tajam, lebih akurat, dan sesuai dengan kaidah-kaidah policy brief yang berlaku,” ujarnya.
Ari mengatakan bahwa kegiatan pelatihan ini merupakan satu rangkaian dari pelatihan sebelumnya yang sudah dilakukan pada dua minggu yang lalu. Dalam pelatihan ini, PA3KN DPR RI mengundang dua narasumber dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA-UI), Roy Valiant Salomo dan Muhamad Imam Alfie serta seorang dari Tempo Institute, Philipus SMS Parera. Ari menilai para narasumber tersebut memiliki kompetensi dan pengalaman dalam membuat policy brief yang baik.
“Maka dilanjutkan oleh sekarang workshop penulisan policy brief dalam perspektif anggaran dan akuntabilitas, jadi ini memang serinya masih berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kompetensi analis dari APBN,” kata Ari.
Ke depan, kata Ari, PA3KN akan kembali menyelenggarakan pelatihan dengan menggunakan tools untuk menganalisis. “Setelah teknik penulisannya sudah selesai maka next step-nya adalah kita akan coba bagaimana kita menggunakan tools analis yang sudah ada, nah itu belum, kita akan coba atur lagi di workshop yang mendatang,” ujarnya.
Sementara, narasumber dari FIA-UI Roy Valiant Salomo menilai workshop ini sangat penting bagi mereka yang bertugas untuk membuat policy brief. Mengingat policy brief tersebut nantinya akan digunakan oleh pembuat kebijakan, dalam hal ini para anggota DPR.
“Menurut saya workshop penyusunan policy brief ini sangat penting dan sangat bermanfaat buat mereka yang memang nanti tugasnya atau bahkan sudah bertugas untuk membuat policy brief, dari interaksi para peserta, saya lebih yakin lagi bahwa memang mereka membutuhkan penulisan policy brief yang baik dan interaksi dengan peserta saya lihat bagus sekali,” kata Roy.
Roy berpesan kepada para peserta workshop yakni analis, terus mengasah kemampuannya dengan melakukan latihan-latihan membuat policy brief dan berdiskusi dengan para pakar untuk menghasilkan policy brief yang baik. “Kami juga di FIA-UI tetap bersedia membantu pada saat kami dibutuhkan lagi untuk mempertajam penulisan-penulisan policy brief,” tutup Roy. (qq/aha) |
Puspanlak DPR Dukung UU Tindak Pidana Perdagangan Orang Masuk Prolegnas Prioritas 2024 |
[Kepala Puspanlak DPR Tanti Sumartini saat mengikuti Focus Group Discussion (FGD) di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (31/6/2023). Foto: Munchen/nr]
Mengingat kasus perdagangan manusia di Indonesia kembali menjadi sorotan publik, Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang (Puspanlak) DPR menilai perlu dilakukan evaluasi terkait Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO). Evaluasi ini menjadi krusial lantaran berpotensi menjadi landasan untuk perubahan UU TPPO untuk RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2024 mendatang.
Melalui evaluasi UU TPPO ini, Puspanlak DPR juga berupaya memperkaya perspektif penegakan hukum terhadap pelaku. Tidak hanya memperkaya perspektif, unit kerja yang menjadi bagian dari Badan Keahlian DPR itu turut ingin menguatkan aspek perlindungan terhadap kelompok rentan terkena perdagangan orang.
Demikian disampaikan oleh Kepala Puspanlak DPR Tanti Sumartini kepada Parlementaria usai mengikuti Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Seputar Permasalahan Implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) dalam Upaya Perlindungan Masyarakat Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang’, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (31/7/2023).
“Dari sisi undang-undang itu memang ada beberapa yang ambigu. (Maka) undang-undang itu perlu dibenerin terutama delik-delik pidananya jadi aparat penegak hukum itu tidak menjadi kesulitan menafsirkan. Perdagangan orang ini juga sering menyasar kelompok rentan jadi ini (aspek) yang juga diperkuat,” ucap Tanti.
Berdasarkan laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) per 31 Juli 2023, korban TPPO meningkat tajam lebih dari 200 persen pasca Pandemi COVID-19. Desakan ekonomi menjadi penyebab kelompok rentan, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, terjebak sindikat perdagangan orang.
Menanggapi laporan tersebut, Tanti menilai UU TPPO perlu diperkuat secara komprehensif terutama aspek pemberian izin kerja karena sebagian besar kasus perdagangan orang berasal dari golongan Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural. “Usai pertemuan ini, kami akan mengundang beberapa pakar dan sejumlah narasumber. Kami ingin ke depannya perubahan undang-undang (TPPO) ini bisa dipertimbangkan pada Prolegnas 2024,” pungkasnya. (ts/rdn) |